Culture Magazine

Green Room (2016): Arti Punk’s Not Dead Yang Harafiah

By Paskalis Damar @sinekdoks
Green Room (2016): Arti Punk’s not Dead yang harafiah

Lewat film thriller low-budgetnya yang ultra-violent, Blue Ruin (2014), penulis sekaligus sutradara Jeremy Saulnier sukses memproyeksikan diri sebagai bapaknya thriller dengan protagonis yang payah. Kalau Blue Ruin adalah kisah balas dendam dengan balutan black comedy yang sangat kental; Green Room adalah definisi a la Saulnier untuk slogan 'Punk's not Dead' secara literal.

Green Room berepisentrum pada Ain't Right, band punk hardcore yang dimotori Pat (almarhum Anton Yelchin). Band kecil benyali besar ini tampil di sebuah klub terpencil, pusat skena neo nazi skinhead. Nyalinya cukup besar untuk mengcover "Nazi Punks Fuck Off"-nya Dead Kennedy sebelum mengajak penonton ber-moshing; namun, tak cukup besar untuk menghadapi insiden yang mengancam nyawa mereka-hanya karena mereka melihat hal yang tak seharusnya dilihat.

Singkat, padat dan brutal, Green Room menghadirkan permainan kucing-kucingan yang claustrophobic dengan green room alias ruang ganti sebagai pusatnya. Sisi violence film ini ditampilkan tanpa tedeng aling-aling; darah dibiarkan mengalir di mana-mana dengan berbagai metode: tangan dijepit pintu sampai tulangnya mengintip, perut disobek dengan cutter, tenggorokan dikoyak anjing. Over-the-top tapi efektif dalam membuat tidak nyaman.

Namun, Green Room bukanlah sekedar pameran brutalitas yang kadang dibalut renyahnya black comedy yang nyaris blur. Script Saulnier dengan cerdas memasukkan studi yang dalam tentang skena neo nazi punk di Amerika; lengkap dengan berbagai istilah spesifiknya. Penyematan musik punk pun bukan sekedar gimmick untuk menjual OST saja, meskipun band punk yang ditampilkan terasa lebih industrial.

Green Room mungkin lebih mirip Murder Party dibandingkan Blue Ruin. Tik-tok antar adegannya lebih raw dan interaksi protagonis dengan antagonisnya pun terasa lebih mengalir, di mana odds-nya sering berpindah haluan. Inept protagonis adalah keahlian Saulnier, namun di Green Room, ia mengimbanginya dengan antagonis yang justru kebalikan dari gerombolan Anton Yelchin.

Di sisi seberang ada Darcy yang diperankan dengan dingin oleh Patrick Stewart. Pria paruh baya, dengan visi yang menjadikan neo nazi punk sebagai "movement not a party," adalah antitesis tim Ain't Right. Anak-anak band ingusan itu telah menyaksikan suatu hal yang tak seharusnya mereka lihat; dan, sayangnya, mereka bukanlah bagian dari movement. Darcy punya berbagai alasan dan rencana yang lebih matang untuk menyingkirkan protagonis kita yang sok-sokan namun spontanitas.

Menampilkan pula langganan Saulnier, Macon Blair sebagai anggota tim Darcy (yang bertingkah laku mirip karakter-karakternya yang sudah-sudah); Green Room adalah bukti kematangan Saulnier dalam mengolah materi yang ia sangat kuasai dan mencampurnya dengan pengetahuannya yang luas soal skena punk. Ditambah dengan penampilkan simpatik Anton Yelchin, yang seharusnya bisa jadi career-defining performance-nya; serta dinginnya Patrick Stewart, Green Room menjelma menjadi thriller paling asyik tahun 2016 ini.

Pertanyaan akhirnya: benarkah kalau Punk's not Dead? Green Room punya jawaban yang literal dan non-literal untuknya.

Green Room (2016)

Green Room (2016): Arti Punk’s not Dead yang harafiah
Green Room (2016): Arti Punk’s not Dead yang harafiah

Crime, Thriller, Music Written & Directed by:


Back to Featured Articles on Logo Paperblog