Culture Magazine

La Tête Haute / Standing Tall (2015): Rantai Hukum Untuk Si L’enfant Terrible

By Paskalis Damar @sinekdoks
La Tête Haute / Standing Tall (2015): Rantai hukum untuk si l’enfant terrible

Review: La Tête Haute a.k.a. Standing Tall - yang mendapat 8 nominasi César Awards dan memenangkan 2 d antaranya - adalah sebuah perjalanan panjang dan melelahkan di balik proses hukum untuk kasus juvenile delinquency atau kenakalan remaja. Perjalanan panjang tersebut direfleksikan dalam kehidupan sang l'enfant terrible sekaligus orang-orang terdekatnya di tengah proses hukum yang berliku. Proses demi proses digambarkan dengan candid sampai berujung di final scene-nya yang ambigu.

'Vokal' dan 'merisaukan' mungkin dua kata paling tepat untuk menggambarkan Standing Tall. Dari scene pertama saja, film ini sudah tampil vokal kala menampilkan karakter-karakter utamanya dalam sebuah adegan yang frustrating saat Séverine (Sara Forestier) meninggalkan putra tertuanya, Malony (nantinya diperankan Rod Paradot), dalam asuhan jaksa Florence Blaque (Catherine Deneuve). Kesembronoan dan lepas tanggung jawabnya sang ibu itulah pusat drama sebab-akibat ini.

Tak jelaskan apa yang terjadi kepada Malony setelah ibunya pergi; yang jelas setelah itu scene tetiba menampilkan Malony remaja yang mengendarai mobil curiannya bersama ibu dan adiknya. Kejahatan itulah awal dari proses hukum super panjang dan berbelit-belit yang mempertemukan kembali Malony dengan Florence, mempertemukannya dengan mentor sekaligus sahabat, Yann (Benoît Magimel, si remaja dalam The Piano Teacher­-nya Michael Haneke), serta love-interest-nya Tess (Diane Rouxel). Selanjutnya, sebuah perjalanan panjang yang tak kunjung panas dan tak kunjung klimaks telah menunggu.

Emmanuelle Bercot, sang sutradara yang mengaku terinspirasi kisah nyata pamannya, menggambarkan hilir mudiknya Malony dari fasilitas khusus pelaku kenakalan remaja, ke detention, ke persidangan, ke dalam pekerjaan yang nyata, sampai ke penjara, sebagai sebuah rangkaian tanpa akhir. Banyak momen tarik ulur yang menjadikan drama ini poignant, tapi juga melelahkan. Ada momennya secercah harapan muncul kala Malony mulai berpikir dengan kepala dingin; namun, yang terjadi selanjutnya justru kita lihat dia sendiri merusak stabilitas itu dengan perilaku primalnya. Ada kalanya Malony dapat ditangani; dia bisa saja bersikap bijak dan berkata "anak bukanlah mainan" - mungkin refleksinya terhadap perilaku ibunya dulu yang tak siap menjadi ibu. Namun, sejurus kemudian, ia mulai berperilaku agresif dan hilang control. Siklus itu seolah berlanjut terus menerus selama kurang lebih 2 jam.

Standing Tall memang banyak mengandalkan gambaran personality Malony yang labil - yang mampu ditampilkan dengan mengesankan oleh Paradot, Meskipun demikian, peran para aktor veteran yang dihadirkan dalam siklus tersebutlah kunci utamanya. Deneuve sukses menggambarkan sosok keibuan yang down to earth; dia mungkin punya kewenangan, tapi dia punya hati untuk menjadikan karakternya lebih kompleks, Sementara itu, Magimel - pemenang Best Supporting Actor sukses menampilkan refleksi diri Malony yang lebih dewasa dan bijaksanan. Sementara itu, Forestier sukses menghadirkan keseimbangan dengan menjadi refleksi sisi reckless dan feral Malony.

Subjek cerita dan riset mendalam yang dilakukan memang sangat luar biasa, apalagi dengan kadar subtexts social-budaya serta hukumnya. Terlebih lagi, penampilan yang meyakinkan dari para aktornya menjadi nilai plus. Namun, pendekatan Bercot dalam menggambarkan kisah poignant ini cukup membuat frustasi apalagi dengan durasinya yang panjang dan pace-nya yang selambat siput.

Standing Tall (2015)
a.k.a. La Tête Haute

La Tête Haute / Standing Tall (2015): Rantai hukum untuk si l’enfant terrible
La Tête Haute / Standing Tall (2015): Rantai hukum untuk si l’enfant terrible

Drama Directed by: Emmanuelle Bercot Written by: Emmanuelle Bercot, Marcia Romano Starred by: Catherine Deneuve, Rod Paradot , Benoît Magimel Runtime: 120 mins Rated R

Review ini ditulis berdasarkan La Tête Haute versi screening BALINALE 2016.


Back to Featured Articles on Logo Paperblog